Parit
Sriwijaya dilihat dari letak geografisnya merupakan sebuah perkampungan yang
terletak di Desa Permata Jaya Kabupaten Kubu Raya. Awalnya kampung ini berada
dalam administrasi pemerintahan Desa Sungai Asam, pada tahun 2018 Desa Sungai
Asam mengalami pemekaran menjadi tiga desa yaitu Desa Sungai Asam, Desa
Sukalanting dan Desa Permata Jaya, hingga saat ini dua desa baru tersebut masih
berstatus Desa Persiapan.
Secara
historis, kampung Parit Sriwijaya ini oleh masyarakat luas lebih dikenal dengan
nama Parit Bugis, karena memang awal dari penghuni kampung ini adalah
masyarakat Bugis. Padahal nama asli dari kampung ini secara administrasi adalah
Parit Sriwijaya, nama sriwijaya sendiri diberikan dengan harapan masyarakat
bugis pada waktu itu adalah agar supaya kampung tersebut makmur dan jaya
sebagaimana kejayaan kerajaan Sriwijaya dulu.
Awalnya
dikampung tersebut hanyalah orang-orang bugis, namun sekitar 30 tahunan yang
silam masyarakat madura mulai masuk dan berdomisili disana. Berawal dari
persaingan dan sengketa akhirnya terjadilah tragedi berdarah yang menewaskan
satu orang dari masing-masing suku tersebut. Setelah kejadian itu masyarakat
bugis mulai meninggalkan dan menjual tanah serta kebun mereka kepada masyarakat
madura waktu itu, sedang mereka pindah domisili ke Pontianak. Hingga saat ini
masyarakat disana adalah masyarakat madura yang kental dengan kultur dan adat
budaya maduranya.
Dikampung
dengan Tujuh Belas Kartu Keluarga tersebutlah Kelompok Tiga Belas Pekan Bakti
Mahasiswa (PBM) Institut Agama Islam Negeri Pontinak melakukan pengabdian
selama kurang lebih Tujuh hari.
Foto by Jon Lukman |
Perjalanan
dimulai pada hari Minggu tanggal 03 Fabruari 2019 pada pukul 07:00 WIB dengan
menggunakan Motor Air, Motor yang biasa narik pemumpang dengan rute
Pontianak-Radak ini bersandar di Pelabuhan Kapuas Indah terlebih dahulu untuk
menjemput para mahasiswa yang akan melakukan PBM sebelum akhirnya meluncur
membelah sungai kapuas mengantar para mahasiswa menuju posko masing-masing.
Sekitar
pukul 09:30 WIB kelompok 13 sudah mendarat di seteher dengan di sambut hamparan
padi yang mulai menguning, sebelum akhirnya berjalan menuju posko diiringi
lambaian tangan teman-teman yang sedang diantar menuju posko masing-masing.
Pembagian barangpun dilakukan untuk mengurangi beban, belum sampai separuh
perjalanan masyarakat sudah mulai berdatangan menyambut dan membawakan
barang-barang menuju posko dengan menggunakan sepeda motor, karena memang jarak
posko sangat jauh yakni 3KM dari sungai.
Sampai
di posko disambut dengan senyum ramah dan penuh bersahabat oleh masyarakat
sekitar bahkan seolah-olah orang sana yang baru datang dari perjalanan jauh, rambutanpun
diturunkan dari pohonnya karena kebetulan saat itu musim buah rambutan, bahkan
saking banyaknya rambutan sampai menghitam di peraduannya.
Setelah
shalat, briefing dan pembagian tugas langsung dilakukan, ada yang membereskan
barang-barang, ada yang mempersiapkan tempat, ada yang mengundang warga untuk
pembukaan kegiatan PBM dan ada yang memasak karena memang perut saat itu sedang
bernyanyi mengemis sesuap nasi.
Malam
harinya, ba’da isya pembukaan kegiatanpun berlangsung dengan khidmat, bertempat
di mushalla Nurul Qamar masyarakat dengan antusiasnya memenuhi pojok-pojok
ruangan untuk mendengarkan penjalasan apa maksud dan tujuan kedatangan para
mahasiswa-mahasiswi ini. Acara berlangsung kurang lebih selama dua jam sebelum
akhirnya kami melakukan evaluasi dan menyusun prokja untuk esok harinya.
Pukul
21:30 sekretris kelompok 13 membuka rapat evaluasi dan program kerja. Sekitar
kurang lebih 120 menit melakukan rapat akhirnya tersusunlah program kerja untuk
esok harinya.
Pada
hari kedua yaitu pada hari senin tanggal 04 Februari 2019 aktivitas dimulai.
jam 04:00. semua peserta PBM sudah harus bangun dan persiapan shalat subuh, jam
05:00 setelah shalat melakukan tadarrus sebagai bentuk pembelajaran untuk tidak
tidur pagi. Jam 06:00 tedarus selesai dan dilanjutkan dengan berolahraga,
karena hidup tidak cukup jika hanya sehat Rohani saja namun penting juga sehat
Jasmani. Jam 07:00 selesai olahraga yang cewek mulai memasak sedang yang cowok
ada yang membuat jemuran ada yang membantu masyarakat mengangkut papan. Pada
jam 08:00 siswa-siswi mulai berdatangan untuk melakukan senam bersama. Jam
09:00 setelah melakukan senam dan sedikit permainan menghibur para peserta PBM
mengajak para siswa tersebut untuk melakukan bersih-bersih di mushalla.
Tepat
jam 09:30 hidangan untuk sarapan sudah siap, dan dari aroma yang terhirup sudah
tidak asing lagi kalau itu adalah kacang ijo yang dicampur dengan susu, duduk
melingkar di tempat yang sederhana namun tidak mengurangi kekhidmatan untuk
merasakan betapa nikmatnya hidangan ini, walau sederhana namun penuh
hikmah. Setelah makan dan ditutup dengan
do’a setelah makan, para peserta PBM ini mulai berhamburan, ada yang
malenjutkan membantu masyarakat, ada yang membereskan tempat makan, ada yang
mandi, ada yang istirahat bahkan ada yang masih bermain dengan anak-anak
tetangga sebagai rasa keakraban. Jam 11.30 menuju mushalla untuk melakukan shalat
dzuhur.
Jam
13.00 semuanya menuju sekolah untuk perkenalan dan mengajar siswa siswi MIS Darul
Falah, walau dengan jumlah siswa yang sedikit yakni kurang lebih 20 orang,
namun tidak menguragi rasa bangga berbagi ilmu dan pengalaman, sambil
memperhatikan sekeliling sekolah, terbesit dihati penulis betapa susahnya
pendidikan di daerah pedalaman, dengan sistem belajar yang amburadul, kurikulum
pun tidak ada, ditambah lagi dengan gedung yang lumayan menyakitkan walau tak
separah sekolahan penulis dulu, tak terasa kesedihan merasuk dalam hati dan
rasa iba mulai menggerayangi tubuh, terbesit dalam hati bagaimana bangsa ini
mau maju jika pendidikannya tidak diperhatikan, kemana saja para aparat, kemana
saja para sarjana, kenapa orang-orang yang berpendidikan tinggi malah
meningalkan kampung halaman sendiri, atau mereka hanya sebatas sarjana gelarnya
saja tanpa mengetahui substansi dari gelar yang disandangnya, tak ubahnya
mereka hanyalah sarjana kardus yang hanya terlukis indah diluar tapi reot
ketika dipakai. Betapa mengenaskannya pendidikan negeri ku.
Jam
16.00 setelah mengajar penulis beserta teman-teman PBM lainnya bersilaturrahim
ke rumah warga untuk mendengar keluh kesah mereka serta sebagai tanda keakraban
dengan masyarakat. Alurpun dimulai, sebagaimana kebiasaan masyarakat madura
yang suka menggilir silsilah keluarga, akhirnya penulis mengetahui jika disana
banyak keluarga dan kerabat.
Ketika
silaturrahim inilah teman-teman terkendala dengan bahasa, karena masyarakat
disana sangat kental sekali dengan budaya mereka, ditambah bahasa yang dipakai
adalah bahas madura halus yang walau orang madura sekalipun banyak yang tidak
mengetahui, berbekal pengalaman dan pelajaran waktu di pondok akhirnya penulis harus
rela menjadi penerjamah. Yang lebih menyusahkan lagi anak-anak usia sekolah
banyak yang tidak pandai berbahasa indonesia bukan berarti mereka tidak faham
hanya saja, karena kentalnya kultur bahasa yang digunakan dalam dunia
pendidikan adalah bahasa madura, maka anak-anak masyarakat di sana lebih
pandainya berbahasa madura “Ala bisa karena sudah biasa” maklumlah di sana
tidak memakai kurikulum pemerintah.
Setelah
silaturrahim penulis bersiap ke mushalla untuk shalat dan mengajar ngaji
anak-anak disana hingga isya, setelah isya di isi dengan kajian kitab hingga
jam menunjukan pukul 20.00. setelah makan dan bercengkrama hingga jam 21.00
para peserta PBM melakukan Evaluasi sebagai perbaikan dari kegiatan-kegiatan
selama satu hari penuh, sebelum akhirnya menyusun prokja untuk keesok harinya. Jam
23.00 rapat pun ditutup untuk kemudian menuju ke peraduan masing-masing,
merajut mimpi dan bersenandung dengan sejuknya angin malam. Tempat yang sepi
ditambah siulan burung hantu dari kejauhan semakin mempercepat menuju
perjalanan dimensi lain.
-----------------------------
Yusuf An Nasir, 15 Februari 2019
Klik Selanjutnya
-----------------------------
Yusuf An Nasir, 15 Februari 2019
https://www.sangsantri.com/
0 Komentar