Pada
hari ketiga yakni hari selasa tanggal 05 Februari 2019 kegiatan masih kurang
lebih dengan hari seninnya mulai dari tadarrus, olahraga, senam, bantu warga,
mengajar dan silaturrahim. Pada silaturrahim yang kedua ini lah penulis baru
mengetahui pekerjaan masyarakat disana. Tidak jauh bebeda dengan keadaan yang
ada di kampung halaman penulis, masyarakat disana lebih banyak bergelut dengan
pisau sadap alias noreh, walau kondisi harga karet tidak stabil, hanya berkisar
5000 saja namun mereka tetap melakukannya karena memang penghasilan utama
mereka adalah noreh, selain itu mereka juga ada yang bertani dengan menanam
padi di sawah bahkan peserta PBM juga ikut merasakan bagaimana beratnya
pekerjaan menjadi petani mulai dari manen, memijak, membasuh hingga megangkat
kesana-kesini untuk menjemurnya. Semuanya tradisional karena memang tidak ada
mesin untuk memudahkan pekerjaan mereka.
Ada
sebagian masyarakat yang bekerja sebagai BHL (Buruh Harian Lepas) di perusahaan
kelapa sawit, ada yang dengan sistem borongan ada juga yang harian. Selain itu
masyarakat disana ada juga yang menjadi petani jahe karena tanahnya memang
cocok untuk menanam jahe, selain itu sebagai sampingan mereka juga ada yang
menanam ubi dan nanas dan untuk pokok tahunan ada Rambutan, campedak, jambu
biji, kedongdong, dan langsat. Dan ketika kegiatan PBM ini dilaksanakan disana
sedang musim rambutan dan campedak hingga ada teman yang mengoceh “disini kita
kenyang bukan karena nasi tapi karena rambutan”. Dan ada juga masyarakat yang
bekerja sebagai buruh di tambak dekat sungai.
Pada
hari keempat yaitu pada tanggal 06 Februari 2019 peserta PBM kelompok 13 masih
melakukan aktivitas rutin sebagaimana biasa, bedanya kali ini ada perlombaan
untuk siswa dan siswi serta anak-anak tetangga yang mau ikut walau mereka nggak
sekolah, namun lomba yang rencananya akan dilaksanakan pada hari itu gagal
total dikarenakan langit kurang bersahabat, hujan turun dengan derasnya sedikit
di sertai angin seolah hujan pun mau ikut perlombaan yang di adakan, tidak
ketinggalan Listrik pun berlomba untuk tidak berfungsi alias padam akhirnya
yang ada hanyalah Cangkroan (bahasa pondoknya) alias bincang amburadul dengan
segala tema masuk didalmnya guna menambah keakraban dengan anak-anak serta
teman sendiri karena memnag dalam satu kelompok semuanya beda jurusan hingga
tidak saling mengenal dari sebelumnya.
Ketika
maghrib tiba dan senja merah mulai menampakan keindahannya penulis bersama
seoran teman pergi ke masjid yang jaraknya lumayan jauh dari posko, selepas
shalat maghrib penulis silaturrahim ke rumah seorang warga yang bearda tepat
didepan masjid, sebagaimana adat orang madura yang ditanya pertama kali pasti
darimana dan maduranya mana, akhirnya penulis ketahui kalau orang rumah
tersebut masih famili dan sanak saudara.
Dari
sinilah penulis mengetahui jika di kampung tersebut masalah keagamaan masih
kurang, yang lebih ironis masjid hanya ramai ketika shalat jum’at,
sehari-harinya yang shalat hanya dua orang itupun jarang, memang ketika penulis
perhatikan masjid dan mushalla kurang terurus karena masyarakatnya kurang sadar
akan syi’ar agama. Ketika subuh datang mereka sebagian bukan sibuk untuk
kemasjid melainkan noreh (Ngubhur = Madura). Di sekeliling masjid banyak rumput
yang memenuhi halamannya belum lagi didalam yang banyak kotoran cicak, sungguh
pemandangan yang miris sekali.
Foto by PBM |
Pada
hari kelima yakni pada hari Kamis tanggal 07 Februari 2019 setelah melakukan
aktivitas rutin, teman-teman berbagi tugas, ada yang kerja bakti di masjid, ada
yang menghandle lomba, ada yang memasak, ada yang bantu jemur padi dan lain
sebagainya.
Antusias
adik-adik disana dalam mengikuti lomba sangat luar biasa, masyarakat pun tidak
ketinggalan untuk menyaksikan bahkan sampai ada yang berjualan es dan gorengan
sebagai antisipasi ketika rasa haus dan lapar menghampiri karena hari itu panas
lumayan terik. Selain itu ada yang belanja untuk keperluan lomba dan penutupan
kegiatan, serta ada yang membuat dan mengecat plang untuk sekolah dan jalan.
Jum’at
tanggal 08 Februari 2019 merupakan hari yang begitu penuh semangat hal itu
terlihat jelas dari muka-muka peserta PBM yang begitu ceria, karena hari itu
merupakan hari terakhir pengabdian mereka pada masyarakat, rasa rindu kepada
kampung halaman sendiri sudah tak terdendung oleh mereka, di tambah lagi
setelah sekian hari mereka harus berpuasa Media Sosial.
Setelah
turun tadarus mereka berbagi peran, ada yang turun ikut gotong royong
membersihkan parit dan jalan, ada yang menghandle lomba, ada yang melanjutkan
membuat plang, ada yang mendekor pentas, ada yang membuat cucor (Kocor =
Madura) untuk tamu yang akan menghadiri malam penutupan. Setelah itu ada yang
memasang plang dan mengundang warga untuk acara penutupan kegiatan PBM.
Malam
harinya sekitar jam 20:00 acara penutupan dimulai. Antusiasme masyarakat luar
biasa, mereka memenuhi terpal serta tikar yang disediakan, karena acara penutupan
di tempatkan dihalaman. Acara berlangsung dengan khidmat dan dihibur oleh
penampilan hadrah Nahdhatus Shibyan. Pada acara penutupan ini juga diumumkan
para pemenang lomba untuk diberikan penghargaan serta pemberian
kenang-kenangangan kepada tokoh masyarakat, tokoh agama, kepala sekolah dan
tokoh pemuda Parit Sriwijawa Desa Permata Jaya. Acara di tutup dengan foto
besama dan bermushafahah (Bersalam-salaman) serta bermaaf-maafan dengan
masyarakat. Tak terasa sebagaian masyarakat ada yang tidak bisa menahan harunya
hingga air mata tumpah tak terelakan. Ditengah acara juga ada pembacaan puisi
oleh siswi MI Darul Falah sebagai bentuk ungkapan hati yang begitu berat
merelakan perpisahan.
Setelah
acara perpisahan dan membersihkan tempat acara, kami langsung mengadakan
evaluasi. Evaluasi kali ini berbeda dari evaluasi sebelum-sebelumnya, karena
malam itu evaluasi menggunakan dinamika sidang yang memang sebelumnya disetting
mentor, ketua dan sekretaris serta sebagian peserta cowok. Tak dapat dipungkiri
lagi ada sebagian peserta cewek yang menangis karena takut dan tidak kuat
mental melihat peserta rapat ribut dan bertengkar bahkan berani mengusir mentor
yang punya kuasa memberi nilai pada peserta PBM. Sebelum akhirnya kami tertawa
lepas, melepas segala beban yang sekian hari menunggangi pundak dan memberi
tahu jika itu hanyalah settingan belaka untuk menguji mental teman-teman.
Semuanya
tertawa penuh kegembiraan, melepas segala beban, bercengkrama, mengejek, saling
mengolok, hingga tidak kuat lagi tuk menceritakan betapa gembira dan bahagianya
malam itu, hawa malam juga ikut beriang gembira, jangkrik saling bersahutan dan
nyanyian burung hantupun ikut meramaikan malam bahagia itu, namun rasa bahagia
itu tidak bisa mengalahkan rasa kantuk sebelum akhirnya semuanya terkapar
karena terjangan lelah yang begitu dahsyat.
Esok
harinya Sabtu 09 Februari 2019 semua bangun dengan penuh senyum lega bahkan
tanpa dibangunkan mereka bangun sendiri, terlihat sekali diwajah mereka senyum
kepuasan dan kegembiraan karena telah melaksanakan tugas dengan baik dan
lancar. Adik-adik mulai berdatangan untuk mengantar ke seteher begitu juga
masyarakat ada yang ikut mengantar, sebelum berangkat sarapan sudah siaga, dan
makan penuh persaudaraan, duduk melingkar, beralaskan lantai papan, dengan lauk
pauk seadanya semua makan dengan lahapnya. Sementara adik-adik sudah banyak
yang berdatangan.
Jam
08:00 berangkat menuju seteher dengan berjalan kaki beriringan dengan adik-adik
yang masih lugu, bercengkrama, bercerita, dan bersenda gurau. Sampai di seteher
penantian panjang menunggu datangnya jemputan tak membuat bosan karena terhibur
oleh canda tawa teman-teman serta keluguan adik-adik. Cengkrama, canda, senda
gurau masih berlanjut sebelum akhirnya tangisan itu datang, pecah tak
terbendung mengalirkan air mata kesedihan, mengguncang batin dan melahirkan
rasa haru yang tiada terkira. “segala sesuatu pasti akan berpisah” begitu juga dengan kegiatan ini, mau tidak
mau, suka tidak suka, rela tidak rela harus dijalani dengan penuh ketabahan.
Walau tak tega rasanya melihat air mata mereka mengalir, tak rela rasanya
melihat muka mereka penuh kesedihan dan tak ridho rasanya menjalankan
perpisahan ini.
Kita kenal untuk yang
pertama kali
Mencoba untuk saling mengerti
Meski butuh waktu yang lama
Tapi kita tetap mencoba untuk berusaha
Mencoba menyatukan perbedaan
Menghilangkan sikap keegoisan
Mengkolaborasikan suka dan duka
Dan meluangkan waktu untuk bersama
Mencoba untuk saling mengerti
Meski butuh waktu yang lama
Tapi kita tetap mencoba untuk berusaha
Mencoba menyatukan perbedaan
Menghilangkan sikap keegoisan
Mengkolaborasikan suka dan duka
Dan meluangkan waktu untuk bersama
Putaran waktu begitu cepat
Mengalahkan rintikan hujan nan deras
Bahkan seperti angin begitu saja lewat
Satu minggu berlalu seperti satu hari
Kita berjuang sendiri hingga menjadi
Mandiri
Apakah kebersamaan itu akan terulang?
Sekedar ku meminta duhai generasi bangsa
Janganlah engkau lupa
Kenangan yang telah tercipta
Adalah kenangan bahagia
Walaupun engkau jauh duhai adik-adik ku
Lepas jauh dari hidupku
Hasrat hati selalu tersentuh
Karena ada rasa rindu
Hapuskanlah rasa duka lara
Lupakan bahwa kita berpisah
Hapuskanlah derai air mata
Dan tersenyumlah dengan pasrah
Klik Sebelumnya
---------------------------------
Yusuf An Nasir, 15 Februari 2019
https://www.sangsantri.com/
0 Komentar