Advertisements

Header Ads

OTONOMI DAERAH DALAM KERANGKA NKRI (Makalah Civic Education)

Foto : M_N

KATA PENGANTAR

Puja puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang karena berkat rahmat, karunia, serta taufik dan inayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Otonomi Daerah ini dengan baik, meskipun dapat dipastikan banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami sampaikan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada ibu Amalia Irfani, S.Sos.I,. M.Si. selaku dosen mata kuliah Civic Education yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Sehingga mampu menambah wawasan kami.
       Besar harapan kami makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Otonomi Daerah. Kami menyadari bahwa di dalam makalah ini terdapat terdapat banyak sekali kekurangan-kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat ini, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
       Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.



Pontianak, 16 September 2018


Penyusun



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB 1 : PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.    Rumusan Masalah
C.    Tujuan Penulisan

BAB II : OTONOMI DAERAH
A.    Hakikat Otonomi Daerah
B.    Visi Otonomi Daerah
C.    Asas-Asas Otonomi Daerah
D.    Hubungan Otonomi Daerah dengan Demokrasi
E.    Dampak Otonomi Daerah


BAB IV : PENUTUP
A.    Kesimpulan

Daftar Pustaka







BAB I
PENDAHULUAN
 
A.    Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di posisi strategis dengan dua lautan yang mengelilinginya. Hal ini turut mempengaruhi mekanisme pemerintahan di Indonesia, dimana sulitnya koordinasi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hal ini pula yang mendorong akan terwujudnya suatu sistem pemerintahan yang efisien dan mandiri untuk memudahkan koordinasi antara kedua belah pihak tersebut.
Hal ini juga bertujuan untuk tetap  menjaga keutuhan negara Indonesia mengingat banyaknya ancaman yang menghadang bangsa Indonesia. Diantaranya yaitu munculnya beberapa daerah yang ingin memisahkan diri dengan negara Indonesia untuk mengatur kehidupannya secara mandiri. Selain itu, potensi sumber daya alam yang tidak merata di daerah-daerah juga menjadi indikasi penyebab dibutuhkannya suatu sistem pemerintahan untuk mengatur dan mengelola sumber daya alam sehingga dapat menjadi sumber pendapatan daerah dan bahkan negara.
Disinilah peran pemerintah daerah untuk mengatur dan mengelola daerah yang jauh dari jangkauan pemerintah pusat agar tidak terjadi pengabaian sumber daya dan potensi yang ada. Maka dibentuklah suatu sistem yang dinamakan otonomi daerah oleh pemerintah.

B.    Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas adalah:
1.    Apa Hakikat Otonomi Daerah?
2.    Apa saja Visi Otonomi daerah?
3.    Apa saja Asas-asas Otonomi Daerah?
4.    Apa Hubungan Otonomi Daerah dengan Demokrasi?
5.    Apa dampak dari adanya Otonomi Daerah?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah adalah sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui Hakikat Otonomi Daerah.
2.    Untuk mengetahui apa saja Visi Otonomi daerah.
3.    Untuk mengetahui apa saja Asas-asas Otonomi Daerah.
4.    Untuk mengetahui Hubungan Otonomi Daerah dengan Demokrasi.
5.    Untuk mengetahui dampak adanya Otonomi Daerah.



BAB II
OTONOMI DAERAH

A.    Hakikat Otonomi Daerah

Otonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani yang dalam makna sempitnya dapat diartikan sebagai “Mandiri” dan dalam makna luasnya diartikan sebagai “berdaya”. Otonomi daerah berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan perbuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Jika daerah sudah mampu mencapai kondisi tersebut, maka daerah dapat dikatakan sudah berdaya untuk melakukan apa saja secara mandiri tanpa tekanan dari  luar (exsternal intervention).
Sarundajang menyatakan bahwa otonomi daerah pada hakekatnya adalah:
1. Hak mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom. Hak tersebut bersumber dari wewenang pangkal dan urusan-urusan pemerintah (pusat) yang diserahkan kepada daerah. Istilah sendiri dalam hak mengatur dan mengurus rumah tangga merupakan inti leotonomian suatu daerah.
2. Kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri, daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenang otonominya itu diluar batas-batas wilayahnya daerah.
3. Daerah tidak mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan yang diserahkan kepadanya.
4. Otonomi tidak membawahi otonomi daerah lain, hak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri merupakan hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain.
Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai denagan peraturan perundang-undangan, sedangkan daerah otonom selanjutnya disebut daerah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Otonomi Daerah adalah faktor manusia sebagai pelaksana, faktor keuangan daerah, faktor peralatan dan faktor organisasi/manajemen. Faktor manusia sebagai pelaksana seperti Kepala Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Partisipasi Masyarakat. Faktor keuangan daerah seperti Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Perusahaan Daerah dan Dinas Daerah serta Pendapatan Lainnya. Faktor peralatan adalah peralatan atau alat yang digunakan untuk memperlancar atau mempermudah pekerjaan atau gerak aktivitas Pemerintah Daerah. Faktor organisasi/managemen adalah system of actions atau sebagai sistem kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama.

B.    Visi Otonomi Daerah

Otonomi daerah sebagai kerangka menyelenggarakan pemerintahan mempunyai visi yang dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya: politik, ekonomi, dan sosial budaya.
Di bidang politik, visi otonomi daerah harus dipahami sebagai sebuah proses bagi lahirnya kader-kader politik untuk menjadi kepala pemerintahan yang dipilih secara demokratis serta memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintah yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas.
Adapun di bidang ekonomi, visi otonomi daerah mengandung makna bahwa otonomi daerah di satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah. Di pihak lain mendorong terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan lokal kedaerahan untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. Dalam kerangka ini, otonomi daerah memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun berbagai infrastuktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerah.
Sedangkan visi otonomi daerah di bidang sosial dan budaya mengandung pengertian bahwa otonomi daerah harus diarahkan pada pengelolaan, penciptaan dan pemeliharaan integrasi dan harmoni sosial. Pada saat yang sama, visi otonomi daerah dibidang sosial dan budaya adalah memelihara dan mengembangkan nilai, tradisi, karya seni, karya cipta, bahasa, dan karya sastra lokal yang dipandang kondusif dalam mendorong masyarakat untuk merespon positif dinamika kehidupan di sekitarnya dan kehidupan global. Karenanya, aspek sosial budaya harus diletakkan secara cepat dan terarah agar kehidupan sosial tetap terjaga secara utuh dan budaya lokal tetap eksis dan mempunyai daya keberlanjutan.



C.    Asas-asas otonomi daerah
Dalam pelaksanaan otonomi daerah tiga bentuk asas dalam penyelengaraan pemerintah daerah yakni :
1.    Asas Desentralisasi
Menurut Rondinelli, desentralisasi merupakan sebagai transfer tanggung jawab dalam perencanaan, manajemen dan alokalisasi sumber-sumber dari pemerintah pusat dan agen-agennya kepada unit kementrian pemerintahan pusat, unit yang ada di bawaah level pemerintah, otoritas atau korporasi publik semi otonom, otoritas regional atau fungsional dalam wilayah yang luas, atau lembaga privat non pemerintah dan organisasi nirlaba.
Menurut M. Turner dan D. Hulme berpandangan bahwa yang di maksud dengan desantrilisasi adalah transfer kewenangan untuk menyelenggarakan beberapa pelayanan kepada publik dari seseorang atau agen pemerintah pusat kepada beberapa individu atau agen lain yang dekat yang dilayani.
Dari pemaparan asas desentralisasi tersebut dapat diklasifikasikan dalam beberapa hal, diantaranya:
a.    Desentralisasi sebagai penyerahan kewenangan dan kekuasaan
b.    Desentralisasi sebagai perlimpahan kekuasaan dan kewenangan
c.    Desentralisasi sebagai pembagian, penyebaran, pemencaran, dan pemberian kekuasan dan kewenangan, dan
d.    Desentralisasi sebagai dalam pembagian dan pembenukan daerah pemerintahan.
2.    Asas Dekonsentrasi
Menurut Laicha Marzuki, dekonsentrasi merupakan pelimpahan kewenangan dari alat perlengkapan Negara di pusat kepada instansi bawahan, guna melaksanakan pekerjaan tertentu dalam penyelenggaraan pemerintah. Pemerintah pusat tidak kehilangan kewenanganannya karena instansi bawahan melaksanakan tugas atas nama pemerintah pusat.
Sedangkan menurut Bagir Manan, dekonsentrasi hanya bersangkutan dengan penyelenggaraan administrasi negera, karena itu bersifat kepegawaian. kehadiran dekonsentrasi semata-mata untuk melancarkan penyelenggaraan pemerintah sentral di daerah. Penerapan asas dekonsentrasi dalam penyelenggaraan pemerintah mendapat legitimasi yang kuat, mengingat keberadaanya telah diatur di dalam Pasal 1 ayat (8) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, yang berbunyi “Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil dan atau kepada instansi vertikal di wilyahnya. (UU No. 32 Tahun 2004, pasal 1 ayat 8).
3.    Asas Tugas Pembantuan
Daerah otonom selain melaksanakan tugas asas desentralisasi juga dapat diserahi kewenangan umtuk melaksanakan tugas pembantuan (medebewind). Tugas pembantuan dalam Pemerintahan daerah adalah tugas untuk ikut melaksanakan peraturan perundang-undangan bukan saja yang ditetapkan oleh Pemerintah pusat akan tetapi juga yang ditetapkan oleh Pemerintah daerah tingkat atasnya.
Menurut Irawan Soejito tugas pembantuan itu dapat berupa tindakan mengatur (tugas legislatif) atau dapat pula berupa tugas eksekutif (beschien). Daerah yang mendapat tugas pembantuan diwajibkan untuk mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskan. Amrah Muslim tugas pembantuan (medebewind) adalah kewenangan pemerintah daerah manjalankan sendiri aturan-aturan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang lebih tinggi tingkatannya. Daerah terikat melaksanakan peraturan perundang-undangan termasuk yang diperinyahkan atau diminta (vorderen) dalam rangka tugas penbantuan. Tugas pembantuan dalam hal-hal tertentu dapat dijadikan semacam terminal menuju penyerahan penuh suatu urusan kepada daerah atau tugas pembantuan merupakan tahap awal sebagai persiapan menuju kepada penyerahan penuh.

D.    Hubungan Otonomi Daerah dengan Demokrasi
Memberikan otonomi daerah tidak saja berarti melaksanakan demokrasi, tetapi mendorong berkembangnya auto-aktiviteit. Auto-aktiviteit artinya bertindak sendiri, melaksanakan sendiri apa yang dianggap penting bagi lingkungan sendiri. Dengan berkembangnya auto-aktiviteit tercapailah apa yang dimaksud dengan demokrasi menurut Abraham Lincon, yaitu; Pemerintah yang dilaksanakan oleh rakyat, untuk rakyat. Rakyat tidak saja menentukan nasibnya sendiri, melainkan juga dan terutama memperbaiki nasibnya sendiri.

E.    Dampak Otonomi Daerah
a.    Dampak Positif
Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah maka pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak dari pada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata.

b.    Dampak Negatif
Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagi oknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan Negara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang ada kebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkan daerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi ditingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi daerah maka pemerintah pusat akan lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karena memang dengan sistem otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti.
Beberapa modus pejabat nakal dalam melakukan korupsi dengan APBD :
1.     Korupsi Pengadaan Barang, Modus :
a.    Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar.
b.    Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.
2.     Penghapusan barang inventaris dan aset negara, Modus :
a.    Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
b.    Menjual inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
3.    Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat, pengurusan pensiun dan sebagainya. Modus :
a.    Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.
4.    Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan jompo), Modus :
a.    Pemotongan dana bantuan sosial biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap meja).
5.    Bantuan fiktif, Modus :
a.    Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari pemerintah ke pihak luar.






BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Otonomi daerah adalah suatu keadaan yang memungkinkan daerah dapat mengaktualisasikan segala potensi terbaik yang dimilikinya secara optimal pemberian otonomi daerah adalah mempercepat terwujudnya kesejahteraan mesyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran masyarakat serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Rebuplik Indonesia, sehingga pada hakikatnya tujuan otonomi daerah adalah untuk memberdayakan daerah dan mensejahterakan rakyat.







Daftar Pustaka
 

1.    Rusnila, Dra.  M.Si, Pendidikan Kewarganegaraan, Menuju Masyarakat Madani di Indonesia, Pontianak, 2010.
2.    Modul Pengayaan, 2013 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, untuk SMA/MA dan SMK/MAK. Surakarta: Grahadi
3.    http://menulis-makalah.blogspot.com/2015/11/makalah-otonomi-daerah-pengertian.html.
4.    http://riantoivansky.blogspot.com/2012/11/makalah-otonomi-daerah.html.
https://www.sangsantri.com/

Posting Komentar

0 Komentar