Mengawali
tulisan ini, penulis mengutip sebuah ayat Al-Qur’an surah Ar-Rum ayat 41 sebagai
bahan renungan:
ظَهَرَالْفَسَدُفِى
الْبَرِّوَالْبَهْرِبِمَاكَسَبَتْ اَيْدِالنَّاسِ
Indonesia
merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.499 pulau terbentang
dengan gagahnya dari Sabang hingga Merauke, membujur dari Miangas hingga Pulau
Rote. Kalau dijumlahkan luas wilayah Indonesia sekitar 7,81 juta KM2 dengan
luatan seluas 3,25 juta KM2, Zona Ekonomi Eksklusif seluas 2,55 juta KM2 dan
2,01 juta KM2 menjadi luas daratan negeri ini (data dari Direktorat Jenderal
Pengelolaan Ruang Laut tahun 2020).
Laut
Nusantara yang sangat luas ini mengandung berbagai ekosistem di dalamnya. Sekitar
8.500 spesies ikan, 555 spesies rumput laut dan 950 biota terumbu karang
menjadi penghuni tetapnya. Bahkan melansir dari Kompas.com sumber daya ikan
indonesia meliputi 37% dari spesies ikan di dunia.
Tidak
heran jika dulu saya setiap mancing selalu menghasilkan banyak ikan. Bahkan
sampai susah untuk menghabiskan, mau dibagikan tetangga juga banyak ikan. Sementara
jika dijual ke pasar tidak memungkinkan karena jarak yang sangat tidak dekat.
Tapi
itu dulu, sebelum negara api menyerang. Sekarang jangankan untuk dapat banyak,
mancing dapat satu ekor sudah alhamdulillah. Kemakmuran laut Nusantara yang
dulu bikin iri negara manapun, kini seolah sirna dari
hadapan kita.
Hal
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti: banyaknya penangkapan ikan
secara ilegal oleh tangan-tangan jahil yang tidak bertanggung jawab, maraknya
pencemaran laut yang di sebabkan oleh limbah-limbah pabrik dan rumah tangga
yang tidak terkendali, serta pembuangan sampah sembarangan ke laut dan sungai.
Hal
ini mengakibatkan berkurangnya berbagai spesies ikan serta rusaknya berbagai
ekosistem laut lainnya, yang pada akhirnya berdampak bagi setiap elemen
kehidupan. Berkurangnya penghasilan bagi para nelayan, disebabkan oleh
sedikitnya hasil tangkapan ikan yang diperoleh. Berkurangnya pemasukan bagi
pabrik-pabrik ikan, dikarenakan minimnya pasokan dari para nelayan. Banyaknya
karyawan pabrik ikan yang harus di PHK, karena bangkrutnya perusahaan dan melambungnya
harga ikan di pasaran.
Melihat
fenomena seperti yang penulis uraikan di atas, maka penulis mempunyai beberapa
solusi :
1. Pemerintah melalui menteri kelautan harus lebih
meningkatkan pengawasan di seluruh perairan Nusantara, supaya tidak ada lagi
penangkapan ikan secara ilegal.
2. Perusahaan harus lebih kreatif dalam mengelola
limbah-limbah pabrik, agar tidak mencemari laut.
3. Masyarakat harus lebih sadar diri akan bahayanya
membuang sampah sembarangan ke laut.
4. Tanamkan kepada para generasi kita akan bagaimana
berakhlak terhadap lingkungan, karena merekalah yang akan meneruskan cita-cita
bangsa yang besar ini.
Wallahu
A’lam Bis Shawwab
--------------------
Yusuf An-nasir, 21 Maret
2017
*Tulisan
ini ditulis ketika penulis masih mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo, pasca tulisan pertama dengan judul
Bahaya Thallaqtuki terbit di Jawa Post dan dengan perubahan seperlunya
https://www.sangsantri.com/
0 Komentar