Advertisements

Header Ads

TERNYATA ISTRIKU SEORANG PEREMPUAN

Nggak usah kaget dengan judul itu, saya sadar betul kalau istri saya seorang perempuan sejak dada saya berdegup kencang melihat alis tipisnya. Tapi sebagai seorang lelaki, saya masih belum yakin sudah benar-benar memposisikannya sebagai seorang perempuan.

Karenanya saya seringkali mengajukan pertanyaan kepada istri saya “Bahagiakah Bunda hidup sama Ayah?” jawabannya pasti iya dihiasai senyuman. Tapi saya nggak percaya, Karena dia sangat mudah mengatakan “nggak apa-apa, Yah...” padahal tangannya teriris pisau karena mempersiapkan makan siang.

Setiap malam istri saya ngurus anak, sementara saya khusyuk mendengkur. Di sela-sela dia tidak mampu bangun karena terlalu lelah, saya mencoba merasakannya. Saat itu saya tahu di dalam ketulusannya ada beban yang tidak saya tanggung bersama.

Sebagai perempuan dia tidak sekuat saya secara fisik, saya pernah mencobanya dengan mengajak dia ikut panco. Diulang tiga kali, tetap saja dia kalah. Anehnya, saya masih enteng saja melihat istri saya menggendong anak lebih banyak dibanding saya.

Kok kayak-kayaknya istri saya bertahan hidup dengan saya, walaupun tidak bahagia-bahagia banget, karena dia tidak ingin beban yang berat saya tanggung sendiri, dia tahu saya lemah.


neng

Edan benar, istri saya kok segitunya? dia memikirkan beban saya yang berat, walaupun selama ini jari-jarinya tidak dihiasi cincin, lengannya tanpa gelang, ketulusannya timbul dalam senyuman yang manis, seakan-akan dia ingin mengatakan boleh saja saya berkali-kali menangkal hujan tetapi dia tidak dapat menghentikan dingin. Barangkali dingin itu yang terus istri saya tiupkan ke perasaan saya yang belum sepenuhnya sadar ini.

Tapi jika pertanyaan kok segitunya itu saya sampaikan ke dia, istri saya akan menjawab dengan santai “bukan beban, kita sedang berbagi saja.” Aiiih santai sekali. Saya menyerah, saya malah tidak tahu saya sudah berbagi apa dengan istri saya, jangan-jangan saya hanya berbagi kesedihan, tetapi belum berbagi kebahagiaan.

Kedepan jalan yang akan kami lewati bersama masih panjang. Mungkin jalannya sempit mungkin juga lebar, yang jelas istri saya ingin saya berbagi dengan dia, sebagaimana rumus matematika setelah angka dibagi, bebannya akan kecil.


Semoga dengan berbagi itu, beban istri yang  selama ini ditanggungnya diam-diam menjadi lebih ringan, meyakinkan saya lebih dalam bahwa istri saya adalah seorang perempuan yang butuh saya gandeng beriring sejalan.


---------------------------
Guntur Mz, 05 Februari 2019

https://www.sangsantri.com/

Posting Komentar

0 Komentar