Advertisements

Header Ads

PROKLAMASI; Badai Di Awal Bahagia


Sang Saka berkibar dimana-mana, umbul-umbul saling bersahutan disepanjang jalan. Mulai dari pinggiran jalan raya hingga jalan tikus, dari pusat kota hingga pelosok desa, mulai dari emperan rumah hingga dinding-dinding perkantoran dan sekolah, semua serasa hanya memiliki dua warna yaitu merah dan putih.

Anda yang melihat tidak perlu tertegun dan tercengang, hal ini sudah biasa bagi rakyat Indonesia sebagai bentuk kebahagiaan atas kemerdekaan negerinya dan sebagai apresiasi atas tetesan-tetesan darah pejuangnya.

17 Agustus merupakan hari yang bersejarah bagi negeri ini. 75 tahun yang silam tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945, Proklamasi Kemerdekaan menggema ke seantero Nusantara oleh sang Proklamator Ir. Soekarno yang bertempat dikediamannya Jalan Pegangsaan Timur No 56 Jakarta, setelah 3,5 abad lamanya negeri ini berada di bawah tekanan dan kekuasan penjajah, mulai dari Portugis, Spanyol, Belanda hingga Jepangpun ikut andil memeras rakyat Indonesia melalui Rumosha-nya.

Kini kita sudah merdeka, rakyat sudah aman dalam hidup berdampingan. Sekarang kita bebas bekerja sebagai pemilik dan tuan, bukan budak dikampung halaman, tanpa perlu adanya tekanan. Senyam-senyum sumringah ditampakan, mulai dari perkantoran hingga sawah dan perkebunan. Tiada lagi kerja rodi dan perbudakan, borgol-borgol sudah dilepaskan, yang dulu mengikat kaki dan tangan. Semua ini berkat perjuangan gigih para pahlawan

Banyak orang bilang negeri kita kaya, hingga kemudian muncul istilah tanah kita tanah surga. Bagaimana tidak, berbagai ragam hayati dan hewani berkeliaran tumbuh bebas didalamnya. Tanahnya subur dengan kandungan humus yang bagus. Jika di Arab kita melempar kayu menjadi tongkat maka dinegeri ini sebaliknya, melempar tongkat menjadi kayu.

Kandungan alamnya melimpah ruah, mulai dari minyak bumi hingga minyak rambut, mulai dari mas batangan hingga mas jalanan. Berbagai kuliner yang menggiurkan juga berlimpah ruah, mulai dari rujak ulek hingga rujak bekbek, mulai dari susu sapi hingga susu mama. Semua serba ada seolah surga.

CHS2

Namun sayang, mayoritas dari kita kadang tidak pernah sadar, bahwa kita terkadang melakukan pemerasan terhadap saudara sendiri. Suatu contoh ketika kita belanja di pasar rakyat tradisional, kita dengan seenaknya menawar harga serendah-rendahnya tanpa mempedulikan wajah sayu penuh perjuangan demi sesuap nasi. Bandingkan ketika kita belanja di Mega Mall dan Ramayana, makan di Pizza Hut dan restoran ternama dengan harga jutaan bahkan ratusan juta yang notabeninya sang pemilik bukan rakyat kita, tapi kita sedikitpun tidak pernah menawarnya.

Dalam urusan administrasi sudah lumrah istilah “Pelicin” yang artinya ketika kita mengurus administrasi negara, maka agar tidak dipersulit kita harus memberikan “Tip” kepada petugas. Ini tradisi yang menyulitkan rakyat kecil, dimana mereka harus rela dilayani belakangan demi si dia yang beruang, padahal hak nya sama sebagai warga negara.

Hukum seperti pisau, tajam ke bawah tumpul ke atas, jika si kecil bersalah dengan secepat kilat di proses. Sementara mereka yang merogoh uang rakyat dengan bebas berkeliaran menghirup udara segar negeri ini yang dibangun dengan tetesan darah si kecil. Nenek-nenek mencuri kayu milik perhutani demi memenuhi kebutuhan hidupnya, dengan cepat diproses dipengadilan dengan berbagai tuntutan, padahal ini dilakukan karena ketidak pedulian aparatur negara kepada-nya.

Kita lebih bangga dengan produk luar negeri dibanding hasil kreasi anak bangsa sendiri. Tidak sedikit sebenarnya anak bangsa yang berkreasi, namun sayang tiada penghargaan dan dukungan dari pihak pemerintah, hingga merekapun pindah haluan ke negeri orang, disana karya mereka diakui dan diberi penghargaan setinggi-tinggi nya bahkan karyanya mampu membuat takjub mata dunia.

Sebut saja Khoirul Anwar, pria lulusan ITB, sang penemu 4G LTE yang dengan penemuannya kita bisa berselancar di dunia maya dengan lancar dan tanpa tersendat-sendat. Namun sayang, penemuannya justru negara lain yang mengapresiasi terlebih dulu, karena negeri sendiri lebih suka membeli produk jadi dari negara luar.

Ada juga Warsito PurwoTaruno, sang pencipta Electro Capacitance Cancer Therapy (ECCT) yang berguna untuk terapi kanker dan Electro Capacitance Volume Tomography (ECCT) yang digunakan untuk diagnosis kanker. Namun sayang, maha karyanya tidak diakui oleh tanah airnya, justru jepang sang mantan penjajah yang mengakui dan mengapresiasi karya besarnya. Serta masih banyak lagi ilmuan hebat negeri ini yang justru negera lain yang menerimanya.

Begitulah dinamika negeri kita, dari tahun ketahun nilai tukar rupiah selalu bergonta ganti, barang-barang impor semakin meningkat bahkan yang aneh beras dan garam masih impor, padahal tanah kita subur tiada duanya.

Lalu, dimana letak Merdeka?

-----------------------
Yusuf An Nasir, 31 Agustus 2019


https://www.sangsantri.com/

Posting Komentar

1 Komentar

  1. indahnya alam negeriku, namun sayang kualitas SDM nya kurang memadai

    BalasHapus