Advertisements

Header Ads

SURGA PELOSOK DESA; Catatan Kecil Dari Ibrahimy

Nuansa sejuk dan dingin terasa sekali menyentuh kulit, lambaian daun-daun sawit seolah mengajak bersalaman, ditambah eloknya tarian rerumputan selaksa tamu agung yang disambut begitu meriahnya, jalan yang sempit dengan sinar mentari remang-remang menembus diantara himpitan-himpitan dedaunan dan semakin menampakkan suasana religius nya, bagi orang yang tidak pernah sampai kesana mereka akan mengira itu adalah jalan menuju hutan belantara yang penuh dengan kisah-kisah mistis dan menyeramkan, memang sih dahulu disana merupakan hutan besar yang menyimpan banyak ekosistem dan cerita-cerita mistis sebelum akhirnya terjadi kebakaran hebat yang menghanguskan sebagian besar hutan tersebut.

Teluk Bayur namanya, yang secara administratif merupakan sebuah desa yang berada di bawah naungan pemerintahan Kecamatan Terentang Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat. namun siapa sangka di desa yang berada di pinggiran sungai kapuas tersebut dengan rekontruksi jalan-jalan yang masih seperti bukit barisan ditambah nuansa sunyi dan sepi ternyata menyimpan hembusan-hembusan angin surga. Ya...di ujung jalan sunyi dan tanpa penghuni yang kurang lebih sepanjang 6 KM tersebut terdapat sebuah lembaga pendidikan yang bernama Pondok Pesantren Ibrahimy.

Belajar di pesantren memang menyenangkan, hal itu sangat terkesan dalam kehidupan sehari-hari para santri Pondok Pesantren Ibrahimy. Menyenangkan bukan berarti makanannya harus enak-enak, tidur di kasur dengan spring bed yang empuk dan hangat serta semua kebutuhan harus terpenuhi, Kalau yang dikatakan hidup menyenangkan ala anak-anak orang kaya dan glamour sungguh sangat jauh dari keadaan para santri Ibrahimy, mereka mayoritas anak petani dan buruh harian lepas dengan penghasilan yang tidak seberapa, pesantren pun merupakan pesantren yang jauh dari keramaian kota dan hiburan alias didalam pelosok pinggiran hutan.

Para santri sangat sederhana kehidupannya, makan seadanya, tidur beralas tikar sekedar agar tidak kedinginan karena mereka hidup di dalam bilik yang berlantaikan papan, pakaian mereka pun merk pasar kaki lima, bahkan beberapa tahun yang lalu penerangan masih menggunakan lampu minyak yang kalau tersenggol angin sedikit saja langsung pingsan (hehehe), paling banter menggunakan mesin diesel yang hidupnya pun satu minggu satu kali itupun kalau ada yang iuran untuk membeli solar sebelum akhirnya PLN masuk tepat awal bulan Ramadhan 1440 H yang lalu.

Walau kehidupan mereka sangat sederhana, namun tak satupun nampak kesedihan dimuka mereka, dengan senyum dan tawa riang meraka lewati hari-hari dipesantren, rutinitas mereka hanya belajar, mengaji dan mengabdi.

Suasana Kerja Bakti Santri Pondok Pesantren Ibrahimy

Rutinitas mereka dimulai dari jam 03.00 dimana pada waktu tersebut mereka sudah wajib bangun untuk melaksanakan Shalat Tahajjud, bagi mereka yang selesai Tahajjud sambil menunggu adzan Subuh mereka isi dengan mengaji dan belajar. Setelah Shalat Subuh berjamaah mereka kembali mengaji hingga matahari terbit melangkahi indahnya cakrawala jingga, setelah itu mereka melaksanakan kewajiban mengisi kekosongan perut yang berteriak-teriak dari semalam, mulai dari menanak nasi, mengambil kayu bakar, nyalakan api, hingga semua matang dan siap disantap bersama.

Ketika dentang jam menunjukan pukul 08.00 mereka sudah harus berada di mushalla untuk mengikuti praktek shalat dan membaca nadham, pukul 08.30 mereka masuk ke kelas masing-masing untuk mengikuti pelajaran diniyah berupa kitab-kitab Salafunas Shaleh seperti  Mubadi’, Jurumiyah, Tajwid, ‘Aqidah Tauhid dll hingga waktu menunjukan pukul 10.30, setelah itu mereka istirahat, ada yang mandi dan makan bagi yang pagi harinya belum mandi dan sarapan. Pukul 12.00 mereka shalat berjamaah Dzuhur dan membaca wirid-wirid wajib pesantren, pukul 12.30 mereka masuk kelas lagi untuk mengikuti kegiatan sekolah formal, pukul 15.15 mereka shalat Asar berjamaah dan membaca Ratib Al-haddad.

Kala jam menunjukan pukul 17.00 mereka kembali berkumpul di mushalla untuk membaca Nadhaman sambil menunggu Maghrib tiba, ba’da Maghrib mereka mengaji Qur’an dan Kitab sampai Isya’ tiba. Ba’da Isya’ mereka Muthalaah dan melakukan Grebat (Gerakan Batin) hingga pukul 21.00, setelah itu mereka istirahat namun ada juga yang masih belajar dan menghafal namun ada pula yang langsung mendengkur melepas beban seharian.

Bagi orang yang mengamati, mungkin melelahkan rutinitas mereka, saat waktu luang mereka gunakan untuk mencuci pakaian, bersih-bersih dan belajar. Rutinitas itu mereka lakukan dengan ikhlas dan istiqamah, karena mereka mempunyai prinsip “mumpung masih ada waktu untuk belajar maka harus digunakan sebaik-baiknya”.

Yang tak kalah menyenangkan dari kehidupan kaum sarungan tersebut adalah sikap kekeluargaan mereka. Teman sepesantren bagi mereka adalah keluarga besar, karena keadaan mereka jauh dari rumah dan orang tua maka teman yang saat ini paling dekat. Jika ada yang sakit maka teman yang mengurusnya, saat kehabisan bekal pinjam teman yang punya, saat ada makanan mereka makan bersama-sama, saat ada masalah mereka saling curhat untuk saling memberi solusi.

Para santri hidup secara damai dan rukun walau mereka berasal dari berbagai macam karakter, keluarga, budaya, dan sosial ekonomi yang berbeda. Memang dalam hidup bersosial pasti ada masalah, tetapi mereka mengatasinya dengan kekeluargaan. Tidak ada ceritanya di pesantren ini diantara para santri yang kontra dengan temannya sampai menimbulkan hiruk-pikuk, tidak sungkan-sungkan antara teman yang satu dengan lainnya saling nasehati dan mengingatkan. Keluarga dalam pandangan mereka harus hidup rukun dan damai.

Di pesantren mereka belajar mandiri dan bermasyarakat. Mandiri, karena mereka harus mengelola kehidupan sehari-hari sendiri, mencuci baju sendiri, memasak sendiri, semua serba sendiri. Mereka harus pintar-pintar mengatur waktu dan  mengelola keuangan kiriman dari rumah dengan hati-hati. Bermasyarakat, karena mereka hidup dengan banyak orang, selain dengan teman sepesantren mereka juga hidup dengan masyarakat disekitar pesantren hingga mereka harus belajar mamahami dan mengerti orang lain, tidak egois dan suka membantu.

Pengasuh Pesantren juga sering memberi wejangan saat mengaji bagaimana cara bergaul sesuai dengan norma agama dan juga mewanti-wanti para santri bahwa dalam pergaulan, orang harus saling mengerti satu sama lainnya, saling tolong menolong, bahkan kadang harus mengalah jika hal itu lebih baik, karena mengalah demi kerukunan bukan berarti kalah tetapi karena memikirkan kemaslahatan yang lebih besar. Santri tidak boleh punya sikap iri dengan kepemilikan temannya, karena iri akan menjadi sikap tidak menyukai, bisa jadi hasud bahkan dendam jika muncul masalah, iri merupakan benih perpecahan.

Jika dilihat dari cara hidup anak muda zaman sekarang, para santri Pondok  Pesantren Ibrahimy ini sangatlah “tidak gaul”, tidak ada yang menyemir dan mewarnai rambut seperti zebra, tidak ada yang bertato, tidak ada yang nongkrong dijalanan, tidak ada yang ke diskotik atau mondar mandir ke mall, tidak hafal lagu-lagu terpopuler serta nama-nama artis dalam dan luar negeri. Mereka hidup dikurung oleh pagar penuh peraturan, tidak bebas keluar masuk, tidak memiliki HP, tidak boleh merokok, model pakaiannyapun tidak lebih dari kemeja, baju kok dan sarung, toh kalau punya celana jeanspun paling merk pasar kaki lima.

Tapi sungguh hidup ini mereka jalani dengan sangat menyenangkan, hidup dengan penuh kekeluargaan, rukun, damai, santun dan selalu menjalankan perintah agama. Seasana seperti ini tidak akan kita temukan diluar pesantren. Disekolah formal luaran keakaraban mungkin hanya kita dapat dengan beberapa teman, tidak ada nasehat keagamaan yang mengikat, dipesantren jelas, bagi yang melanggar ajaran agama akan di sanksi, dari peringatan, ta’zir, pemanggilan orang tua bahkan jika berat akan dikeluarkan. Pesantren memang harapan bangsa, kala akhlak para remaja mulai pudar dan punah karena derasnya arus globalisasi dan modernisasi, maka pesantren dengan susah payah membangun benteng keimanan dan berusaha memperbaiki akhlak para generasi negeri.



----------------------------------
Yusuf An Nasir, 05 Agustus 2019


https://www.sangsantri.com/

Posting Komentar

2 Komentar

  1. Ajib mas sofyan saya suka dengan topik yang di bahas mas sofyan

    BalasHapus
    Balasan
    1. alhamdulillah
      terima kasih
      semoga kedepannya lebih baik lagi

      Hapus