Nuansa sejuk dan dingin
terasa sekali menyentuh kulit, lambaian daun-daun sawit seolah mengajak
bersalaman, ditambah eloknya tarian rerumputan selaksa tamu agung yang disambut
begitu meriahnya, jalan yang sempit dengan sinar mentari remang-remang menembus
diantara himpitan-himpitan dedaunan dan semakin menampakkan suasana religius
nya, bagi orang yang tidak pernah sampai kesana mereka akan mengira itu
adalah jalan menuju hutan belantara yang penuh dengan kisah-kisah mistis dan
menyeramkan, memang sih dahulu disana merupakan hutan besar yang menyimpan banyak ekosistem dan cerita-cerita mistis sebelum akhirnya terjadi kebakaran hebat yang menghanguskan sebagian besar hutan tersebut.
Teluk Bayur namanya, yang
secara administratif merupakan sebuah desa yang berada di bawah naungan
pemerintahan Kecamatan Terentang Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat.
namun siapa sangka di desa yang berada di pinggiran sungai kapuas tersebut
dengan rekontruksi jalan-jalan yang masih seperti bukit barisan ditambah nuansa
sunyi dan sepi ternyata menyimpan hembusan-hembusan angin surga. Ya...di ujung
jalan sunyi dan tanpa penghuni yang kurang lebih sepanjang 6 KM tersebut
terdapat sebuah lembaga pendidikan yang bernama Pondok Pesantren Ibrahimy.
Belajar di pesantren memang
menyenangkan, hal itu sangat terkesan dalam kehidupan sehari-hari para santri
Pondok Pesantren Ibrahimy. Menyenangkan bukan berarti makanannya harus enak-enak,
tidur di kasur dengan spring bed yang empuk dan hangat serta semua kebutuhan
harus terpenuhi, Kalau yang dikatakan hidup menyenangkan ala
anak-anak orang kaya dan glamour sungguh sangat jauh dari keadaan para santri
Ibrahimy, mereka mayoritas anak petani dan buruh harian lepas dengan
penghasilan yang tidak seberapa, pesantren pun merupakan pesantren yang jauh
dari keramaian kota dan hiburan alias didalam pelosok pinggiran hutan.
Para santri sangat
sederhana kehidupannya, makan seadanya, tidur beralas tikar sekedar agar tidak
kedinginan karena mereka hidup di dalam bilik yang berlantaikan papan, pakaian
mereka pun merk pasar kaki lima, bahkan beberapa tahun yang lalu penerangan
masih menggunakan lampu minyak yang kalau tersenggol angin sedikit saja
langsung pingsan (hehehe), paling banter menggunakan mesin diesel yang hidupnya
pun satu minggu satu kali itupun kalau ada yang iuran untuk membeli solar
sebelum akhirnya PLN masuk tepat awal bulan Ramadhan 1440 H yang lalu.
Walau kehidupan mereka
sangat sederhana, namun tak satupun nampak kesedihan dimuka mereka, dengan
senyum dan tawa riang meraka lewati hari-hari dipesantren, rutinitas mereka
hanya belajar, mengaji dan mengabdi.
Suasana Kerja Bakti Santri Pondok Pesantren Ibrahimy |
Rutinitas mereka dimulai dari jam 03.00 dimana pada waktu tersebut mereka sudah wajib bangun untuk melaksanakan Shalat Tahajjud, bagi mereka yang selesai Tahajjud sambil menunggu adzan Subuh mereka isi dengan mengaji dan belajar. Setelah Shalat Subuh berjamaah mereka kembali mengaji hingga matahari terbit melangkahi indahnya cakrawala jingga, setelah itu mereka melaksanakan kewajiban mengisi kekosongan perut yang berteriak-teriak dari semalam, mulai dari menanak nasi, mengambil kayu bakar, nyalakan api, hingga semua matang dan siap disantap bersama.
Ketika dentang jam
menunjukan pukul 08.00 mereka sudah harus berada di mushalla untuk mengikuti
praktek shalat dan membaca nadham, pukul 08.30 mereka masuk ke kelas
masing-masing untuk mengikuti pelajaran diniyah berupa kitab-kitab Salafunas Shaleh seperti Mubadi’, Jurumiyah,
Tajwid, ‘Aqidah Tauhid dll hingga waktu menunjukan pukul 10.30, setelah itu
mereka istirahat, ada yang mandi dan makan bagi yang pagi harinya belum mandi
dan sarapan. Pukul 12.00 mereka shalat berjamaah Dzuhur dan membaca wirid-wirid
wajib pesantren, pukul 12.30 mereka masuk kelas lagi untuk mengikuti kegiatan
sekolah formal, pukul 15.15 mereka shalat Asar berjamaah dan membaca Ratib Al-haddad.
Kala jam menunjukan pukul
17.00 mereka kembali berkumpul di mushalla untuk membaca Nadhaman sambil
menunggu Maghrib tiba, ba’da Maghrib mereka mengaji Qur’an dan Kitab sampai
Isya’ tiba. Ba’da Isya’ mereka Muthalaah dan melakukan Grebat (Gerakan Batin)
hingga pukul 21.00, setelah itu mereka istirahat namun ada juga yang masih
belajar dan menghafal namun ada pula yang langsung mendengkur melepas beban
seharian.
Bagi orang yang mengamati,
mungkin melelahkan rutinitas mereka, saat waktu luang mereka gunakan untuk
mencuci pakaian, bersih-bersih dan belajar. Rutinitas itu mereka lakukan dengan
ikhlas dan istiqamah, karena mereka mempunyai prinsip “mumpung masih ada waktu
untuk belajar maka harus digunakan sebaik-baiknya”.
Yang tak kalah menyenangkan
dari kehidupan kaum sarungan tersebut adalah sikap kekeluargaan mereka. Teman
sepesantren bagi mereka adalah keluarga besar, karena keadaan mereka jauh dari
rumah dan orang tua maka teman yang saat ini paling dekat. Jika ada yang sakit
maka teman yang mengurusnya, saat kehabisan bekal pinjam teman yang punya, saat
ada makanan mereka makan bersama-sama, saat ada masalah mereka saling curhat
untuk saling memberi solusi.
Para santri hidup secara
damai dan rukun walau mereka berasal dari berbagai macam karakter, keluarga,
budaya, dan sosial ekonomi yang berbeda. Memang dalam hidup bersosial pasti ada
masalah, tetapi mereka mengatasinya dengan kekeluargaan. Tidak ada ceritanya di
pesantren ini diantara para santri yang kontra dengan temannya sampai
menimbulkan hiruk-pikuk, tidak sungkan-sungkan antara teman yang satu dengan
lainnya saling nasehati dan mengingatkan. Keluarga dalam pandangan mereka harus
hidup rukun dan damai.
Di pesantren mereka belajar
mandiri dan bermasyarakat. Mandiri, karena mereka harus mengelola kehidupan
sehari-hari sendiri, mencuci baju sendiri, memasak sendiri, semua serba
sendiri. Mereka harus pintar-pintar mengatur waktu dan mengelola keuangan kiriman dari rumah dengan
hati-hati. Bermasyarakat, karena mereka hidup dengan banyak orang, selain
dengan teman sepesantren mereka juga hidup dengan masyarakat disekitar
pesantren hingga mereka harus belajar mamahami dan mengerti orang lain, tidak
egois dan suka membantu.
Pengasuh Pesantren juga
sering memberi wejangan saat mengaji bagaimana cara bergaul sesuai dengan norma
agama dan juga mewanti-wanti para santri bahwa dalam pergaulan, orang harus
saling mengerti satu sama lainnya, saling tolong menolong, bahkan kadang harus
mengalah jika hal itu lebih baik, karena mengalah demi kerukunan bukan berarti
kalah tetapi karena memikirkan kemaslahatan yang lebih besar. Santri tidak
boleh punya sikap iri dengan kepemilikan temannya, karena iri akan menjadi
sikap tidak menyukai, bisa jadi hasud bahkan dendam jika muncul masalah, iri
merupakan benih perpecahan.
Jika dilihat dari cara
hidup anak muda zaman sekarang, para santri Pondok Pesantren Ibrahimy ini sangatlah “tidak
gaul”, tidak ada yang menyemir dan mewarnai rambut seperti zebra, tidak ada
yang bertato, tidak ada yang nongkrong dijalanan, tidak ada yang ke diskotik
atau mondar mandir ke mall, tidak hafal lagu-lagu terpopuler serta nama-nama
artis dalam dan luar negeri. Mereka hidup dikurung oleh pagar penuh peraturan,
tidak bebas keluar masuk, tidak memiliki HP, tidak boleh merokok, model
pakaiannyapun tidak lebih dari kemeja, baju kok dan sarung, toh kalau punya
celana jeanspun paling merk pasar kaki lima.
Tapi sungguh hidup ini mereka
jalani dengan sangat menyenangkan, hidup dengan penuh kekeluargaan, rukun,
damai, santun dan selalu menjalankan perintah agama. Seasana seperti ini tidak
akan kita temukan diluar pesantren. Disekolah formal luaran keakaraban mungkin
hanya kita dapat dengan beberapa teman, tidak ada nasehat keagamaan yang
mengikat, dipesantren jelas, bagi yang melanggar ajaran agama akan di sanksi,
dari peringatan, ta’zir, pemanggilan orang tua bahkan jika berat akan
dikeluarkan. Pesantren memang harapan bangsa, kala akhlak para remaja mulai
pudar dan punah karena derasnya arus globalisasi dan modernisasi, maka
pesantren dengan susah payah membangun benteng keimanan dan berusaha
memperbaiki akhlak para generasi negeri.
----------------------------------
----------------------------------
Yusuf An Nasir, 05 Agustus
2019
https://www.sangsantri.com/
2 Komentar
Ajib mas sofyan saya suka dengan topik yang di bahas mas sofyan
BalasHapusalhamdulillah
Hapusterima kasih
semoga kedepannya lebih baik lagi