Advertisements

Header Ads

ALIRAN TEOLOGI ASY’ARIYAH; Makalah Ilmu Kalam

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB 1 : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan masalah

BAB II : PEMBAHASAN
A. Sejarah Timbulnya Aliran Al-Asy’ariah
B. Tokoh Utama Aliran Al-Asy’ariah dan Ajaran Pokoknya
C. Perkembangan dan Pengaruh  Asy’ariyah di Dunia Islam

BAB III : PENUTUP 
A. Kesimpulan 

Daftar Pustaka



KATA PENGANTAR

Puja puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang karena berkat rahmat, karunia, serta taufik dan inayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Konsep Manusia Dalam Islam ini dengan baik, meskipun dapat dipastikan banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami sampaikan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada Bapak Dr. Muh. Hardi, MA. selaku dosen pengampu mata kuliah Ilmu Kalam yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Sehingga mampu menambah wawasan kami.

       Besar harapan kami makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Aliran Teologi Islam. Kami menyadari bahwa di dalam makalah ini terdapat terdapat banyak sekali kekurangan-kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat ini, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

       Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.



 Pontianak, 02 Oktober 2018


Penyusun




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Beragam aliran teologi yang berdiri memiliki sejarah yang cukup panjang, semuanya tidak terlepas dari para pendirinya dan latar belakang yang menyertai sampai pada para pengikutnya yang memilki loyalitas terhadap aliran tersebut.

Makalah ini akan membahas tentang aliran Asy’ariyah yang berkembang pada abad ke-4 dan ke-5/ke-10 dan ke-11. Aliran ini merupakan salah satu aliran yang muncul atas reaksi terhadap Mu’tazilah sebagai paham yang memprioritaskan akal sebagai landasan dalam beragama. Ketidaksepakatan terhadap doktrin-doktrin Mu’tazilah tersebut memunculkan aliran Asy’ariyah yang dipelopori oleh Abu Al-Hasan Al-Asy’ari. Doktrin-doktrin yang dikemukan beliau dan para pengikutnya merupakan penengah diantara aliran-aliran yang ada pada saat itu.

Pada perkembangan selanjutnya aliran ini banyak dianut oleh mayoritas umat Islam karena dianggap sebagai aliran Sunni yang mampu mewakili cara berpikir yang diharapkan umat Islam di tengah-tengah pergolakan hati akibat beberapa aliran yang datang lebih dulu.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dalam pembahasan makalah ini, dapat dirumuskan beberapa permasalahan,  yaitu :
1. Sejarah timbulnya aliran Al-Asy’ariah
2. Tokoh Utama Aliran Al-Asy’ariah dan Ajaran Pokoknya.
3. Perkembangan dan Pengaruh  Asy’ariyah (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah) di Dunia Islam



BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Timbulnya Aliran Al-Asy’ariah.
Ada beberapa kemungkinan alasan yang menyebabkan Al-Asy’ari meninggalkan Mu’tazilah sekaligus merupakan penyebab timbulnya aliran Al-Asy’ariah, berikut ini dipaparkan :
Al-Asy’ari sungguhpun telah puluhan tahun menganut paham Mu’tazilah, akhirnya meninggalkan ajaran Mu’tazilah. Sebab yang bisa disebut, yang berasal dari al-Subki dan Ibn Asakir, ialah bahwa pada suatu malam Al-Asy’ari bermimpi; dalam mimpi itu Nabi Muhammad SAW, mengatakan kepadanya bahwa mazhab Ahli Hadislah yang benar, dan mazhab Mu’tazilah salah. Menurut pendapat ini Al-Asy’ari berbelok arah dari Mu’tazilah dikarenakan diberikan mimpi tentang aliran yang benar.

Cerita yang paling umum disebut sebagai penyebab keluarnya   Al-Asy’ari dari Mu’tazilah ialah kisah perdebatan antara Al-Asy’ari dengan gurunya al-Jubba’iy, tentang tempat untuk anak kecil di akhirat. Menurut Al-Jubba’iy, tempat anak kecil di akhirat bukanlah di bagian tertinggi surga, karena anak kecil belum punya amal saleh sebagai tanda ketaatan yang patut diberi pahala. Al-Asy’ari bertanya, bagaimana kalau anak itu mengatakan kepada Tuhan: “Itu bukan kesalahanku; sekiranya Engkau memanjangkan umurku tentu aku beramal baik seperti yang dilakukan oleh orang mukmin dewasa”. Jawab al-Jubba’iy; Tuhan akan berkata: “Aku tahu bahwa jika terus hidup niscaya engkau akan berbuat dosa dan pasti masuk neraka, maka demi kepentinganmu sendiri, Aku cabut nyawamu sebelum engkau menjadi orang dewasa mukallaf”. Al-Asy’ari bertanya selanjutnya, sekiranya yang kafir mengatakan: “Engkau mengetahui masa depanku, sebagaimana Engkau mengetahui masa depan anak kecil, maka apa sebabnya Engkau (membiarkan aku hidup) tidak menjaga kepentinganku?”.  Di sinilah al-Jubba’iy terpaksa diam. Karena perdebatannya sehingga Al-Asy’ari meninggalkan Mu’tazilah.

Aliran Al-Asy’ari awalnya muncul setelah kemunduran aliran Mu’tazilah. Eksistensi aliran ini mempunyai pengaruh besar tatkala Mu’tazilah mengalami degradasi yang berarti dengan implikasi mihnah. Pergerakan Al-Asy’ari mulai pada abad ke 4 H setelah ia terlibat dalam konflik dengan kelompok-kelompok lain, khususnya dengan Mu’tazilah. Aliran Al-Asy’ari merupakan bentuk dari pemahaman yang tidak sepihak dengan aliran pemikiran Mu’tazilah yang dianggap hanya mengandalkan rasional saja.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa latar belakang timbulnya aliran Al-Asy’ariah dipengaruhi beberapa faktor, antara lain yang paling krusial kekhawatiran Abu al-Hasan Al-Asy’ari bahwa al-Quran dan Hadis Nabi akan diabaikan oleh umat Islam.  Kemudian dalam pengembaraan dan pengalaman spiritualnya tidak menutup kemungkinan telah menemukan kebenaran yang hakiki yang terpancar dalam hatinya, ketika hal itu telah ditemukan yang menurut dia itulah suatu kebenaran yang harus dimunculkan kepada umat Islam kala itu.


B. Tokoh Utama Aliran Al-Asy’ariah dan Ajaran Pokoknya
1. Abu Hasan Al-Asy’ari
Abu Al-Hasan Al-Asy’ari adalah orang yang pertama mendirikan aliran Asy’ariyah. Nama lengkap beliau adalah Ali Bin Ismail Bin Ishak Bin Salim Bin Ismail Bin Abdullah Bin Musa Bin Bilal Bin Abi Burdah Bin Abu Musa Al-Asy’ari. Beliau adalah putra Abu Musa Al-Asy’ari, salah seorang sahabat Nabi Saw yang menjadi mediator dalam sengketa antara Ali dan Mu’awiyah.

Abu Al-Hasan Al-Asy’ari lahir di Bashrah (Irak) pada tahun 260 H (873 M) dan wafat di Baqdad pada tahun 324 H (935 M). Sejak kecil ia berguru kepada seorang pengikut aliran Mu’tazilah terkenal yaitu al-Jub’ai, mempelajari ajaran-ajaran Mu’tazilah dan mendalaminya terus sampai usia 40 tahun. Setelah ia belajar berbagai ilmu di kota Bashrah, maka ia pergi ke kota Baqdad, ibukota khalifah Islamiyyah saat itu, dan meneruskan belajar disana. Ia belajar ilmu Kalam menurut paham Mu’tazilah, maka beliau termasuk pendukung dan orang mu’tazilah yang tangguh. Jadi Abu Al-Hasan Al-Asy’ari lahir di Bashrah sudah belajar dari masa kecilnya tentang aliran Mu’tazilah.

Kehidupan Al-Asy’ari kecil tidak seberuntung masa kanak-kanak pada umumnya. Karena sejak kecil dia telah ditinggalkan oleh ayah kandungnya, Ismail. Dan ibunya kemudian dinikahi oleh Abu Ali al-Juba’i, seorang tokoh kenamaan Mu’tazilah. Maka dalam pelukan ayah tiri inilah Al-Asy’ari dididik dan dibesarkan. Bisa dikatakan lingkungan yang dibawah ayah tirinya membuatnya belajar tentang Mu’tazilah.

2. Pemikiran Al-Asy’ari
Pada dasarnya kaum Asy’ariah merupakan aliran moderat yang berusaha mengambil sikap penengah antara dua kutub Aqal dan Naql, antara kaum Salaf dan Mu’tazilah. Asy’ariah bercorak perpaduan antara pendekatan tekstual dan kontekstual sehingga al-Gazali menyebutnya sebagai aliran Mutawassith atau pertengahan. Awal mula proses  pemikiran ajaran Al-Asy’ari, dilakukan dengan berdiam dirinya Al-Asy’ari di rumah dengan berusaha mencari dasar pemikiran untuk mencoba membandingkan dalil-dalil antara kelompoknya dan Mu’tazilah. Hal itu ia lakukan dalam rangka menjawab pemikiran kaum Mu’tazilah.

Perkembangan  selanjutnya Al-Asy`ari keluar menemui masyarakat dan mengundang mereka untuk berkumpul di Mesjid pada hari Jum’at di Bashrah. Al-Asy’ari berbicara, (saya) pernah mengatakan bahwa al-Qur’an adalah Makhluk, bahwa Allah tidak terlihat oleh indra penglihatan kelak pada hari qiamat. Dan perbuatan-perbuatan saya yang tidak baik, maka saya sendirilah yang melakukannya, kini saya bertobat dengan pendapat itu dan menolak ajaran tersebut (Mu’tazilah). Jadi setelah mendapatkan kemantapan hati maka al-Asy`ari mengumumkan bahwa dia bertobat.

3. Pokok-pokok ajaran Al-Asy’ari, yaitu:
a. Wajibul Wujud, bahwa setiap orang Islam wajib beriman kepada Tuhan yang mempunyai sifat-sifat yang Qadim. Oleh karena kaum Asy’ariah adalah kaum Sifatiyah. Jadi Allah mengetahui dengan ilmu, berkuasa dengan sifat kuasa, sifat-sifat Allah adalah al-‘Ilmu (Maha mengetahui) al-Qudrah (Maha Kuasa), al-Hayah (Maha Hidup) dan lain-lain. Semua ini adalah sifat-sifat Azali (eternal) dan abadi dan hal ini pula menunjukkan kemutlakan kekuatan Tuhan untuk berbuat atau tidak berbuat.

b. Keadilan Tuhan, Asy`ariyah bertentangan dengan Mu’tazilah, karena Al-Asy’ari memakai pendekatan Kemahakuasaan Tuhan secara mutlak. Jadi Tuhan bertindak semaunya terhadap ciptaannya atas dasar kemahakuasaannya. Jadi tidak bisa dikatakan salah jika seandainya Tuhan memasukkan orang kafir kedalam surga atau sebaliknya, semua tergantung dari Allah.

c. Al-Qur’an, bahwasanya Qur’an itu sepenuhnya bukan makhluk termasuk suara dan hurufnya, hanya perwujudan dalam bentuk suara dan huruf adalah makhluk, dan yang bersifat Qadim hanya esensi Al-Qur’an itu sendiri. Menyangkut tentang Akal dan Wahyu, menurut Asy’ariah, akal manusia tidak dapat sampai pada kewajiban mengetahui Tuhan. Manusia dapat mengetahui kewajiban hanya melalui wahyu, wahyulah yang mengatakan dan menerangkan kepada manusia bahwa ia berkewajiban mengetahui Tuhan, dan manusia harus menerima kebenaran itu. Dengan demikian Al-Asy’ari memberikan posisi wahyu lebih tinggi tingkatannya  dibanding akal.

d. Mengenai Iman bagi Al-Asy’ari adalah Tasdiq dan Ikrar, ‘Amal bukanlah kategori Iman tapi perwujudan dari pada Tasdiq. Jadi Al-Asy’ari berpendirian bahwa Iman adalah keyakinan bathin (Inner belief) baik iman secara lisan atau secara praktis (perbuatan) keduanya merupakan cabang Iman. Dengan demikian siapa saja yang beriman pada hatinya (mengakui ke-Esaan Allah dan Rasulnya serta dengan ikhlas mempercayai segala apa yang mereka terima darinya). Iman orang seperti ini sah, jika dia mati ia akan selamat dari neraka. Tidak ada sesuatu apapun yang membuat orang tidak beriman (hilang Imannya) kecuali kalau menolak salah satu (keduanya) dari kebenaran-kebenaran yang dua itu. Jadi siapa saja yang beriman dalam hatinya, jika ia mati maka akan selamat dari neraka. Dengan demikian  kata Al-Asy’ari siapa saja yang melakukan dosa besar lalu mati sebelum bertobat dari dosa itu, maka keputusannya (apakah ia masuk surga atau neraka) ada ditangan Allah SWT.

e. Melihat Tuhan, ia berpendapat bahwa setiap yang ada dapat dilihat, Allah juga ada maka dengan demikian dia dapat dilihat, ini dapat diketahui dari wahyunya bahwa kaum Mukmin akan melihatnya dihari akhir nanti, sebagaimana Allah Firmankan “Dihari itu wajah mereka (yang beriman) akan berseri-seri melihat Tuhan mereka (Q.S. al-Qiyamah/75: 22). Akan tetapi penglihatan kita terhadap Tuhan tidak memerlukan ruang, tempat, arah atau bentuk dan saling tatap muka (seperti kita), sebab itu mustahil. Al-Asy’ari juga dikenal karena doktrin Kasyab (perolehan) kaitannya dengan perbuatan manusia.Menurutnya, setiap perbuatan manusia, sekalipun hanya mengangkat ujung jari adalah ciptaan Tuhan, namun hal itu diperoleh manusia untuk dipertanggungjawabkan.Doktrin ini sarana untuk menggambarkan kebebasan kehendak manusia, sehingga manusia harus mempertanggungjawabkannya. Juga sekaligus menyandarkan sepenuhnya terhadap daya dan kekuatan Tuhan semata.

C. Perkembangan dan Pengaruh  Asy’ariyah (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah) di Dunia Islam

Perkembangan Aliran  Asy’ariah (Ahlussunnah Waljama’ah) Sebagaimana telah diuraikan sebelumya bahwa dalam perkembanganya aliran Al-Asy’ari kemudian diidentikkan dengan paham Ahlussunnah Waljama’ah maka untuk membahas perkembangannya dan pengaruhnya di dunia Islam pada dasarnya tidak terlepas dari peranan tokoh-tokohnya sendiri.  Pengaruh  Asy’ariah (Ahlussunnah waljama’ah) jika diperhatikan perjalanan sejarah tokoh-tokoh Asy’ariah dalam perkembanganya dengan klaim  Ahlussunnah Waljama’ah, maka dapat dikatakan bahwasanya pengaruh ajaran Ahlussunnah Waljama’ah tidak terlepas dari beberapa hal:

1. Kepintaran tokoh sentralnya yaitu Imam Al-Asy’ari dan keahliannya dalam perdebatan dengan basis keilmuan yang dalam. Di samping itu ia adalah seseorang yang shaleh dan taqwa sehingga ia mampu menarik simpati orang banyak dan memperoleh kepercayaan dari mereka.

2. Asy’ariah memiliki tokoh-tokoh dari kalangan intelektual dan birokrasi (penguasa) yang sangat membantu penyebaran paham ini. Para tokoh-tokoh tersebut tidak hanya ahli dalam bidang memberikan argumentasi-argumensi yang meyakinkan dalam mengembangkan ajaran Ahlussunnah Waljama’ah melalui perdebatan namun juga melahirkan karya-karya ilmiah yang menjadi referensi hingga saat ini. Karya tersebut antara lain: Maqalat al-Islamiyyah, al-Ibanah an Ushuluddianah, al Luma’ Ketiganya  oleh Asy’ari, al-Tamhid oleh Al-Baqillani, al-Irsyad oleh Al-Juwaini, al-Qawaidul Aqa’id dan Ihya Ulumuddin oleh Al-Ghazali, Aqidatu Ahlut Tauhid oleh al Sanusi, Risalatut tauhid oleh Muhammad Abduh dan karya-karya lainnya.

Pengaruh Ahlu Sunnah ini sampai ke Indonesia. Di Indonesia misalnya NU secara formal konstitusional menganut ideologi, demikian pula Muhammadiyah secara tidak langsung mengakui ideologi ini seperti yang terlihat adalah salah satu keputusan majlis tarjih yang menyatakan bahwa keputusan-keputusan tentang iman merupakan aqidah dari Ahlu Haq wal Sunnah. Sedangkan pergerakan lainnya juga menyatakan berhak menyandang sebutan Ahlu Sunnah ialah Persatuan Islam (persis). Kenyataan ini menunjukkan betapa aliran Ahlu Sunnah itu diyakini sebagai satu-satunya aliran yang benar dan selamat.



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah ini, ditarik suatu kesimpulan, bahwa  secara historis timbulnya aliran Al-Asy’ariah disebabkan oleh karena kuatnya keinginan untuk kembali pada pemahaman yang semula yaitu pemikiran Ahlussunnah Waljamaah, tapi juga dalam pemikirannya Al-Asy’ari masih menggunakan metode yang digunakan oleh kaum Mu’tazilah, yaitu menggunakan kemampuan akal menganalisis nas-nas al-Qur’an.

Kaum Mu’tazilah selalu mengedepankan akal pikiran untuk memahami wahyu, berangkat dari akal kemudia wahyu. Tapi Al-Asy’ari sebaliknya mengedepankan wahyu dibanding akal, menggunakan akal seperlunya saja. Sehingga tidak heran Al-Asy’ari dalam pemikirannya selalu mengkompromikan pemahaman Ahlussunnah Waljammah dengan kaum rasionalis tersebut. Hal tersebut dapat dilihat pada setiap pokok-pokok pemikirannya.



Daftar Pustaka
1. Al-Maqdisy, Al-imam ibnu Qudamah. Lum’atul I’tiqad Al-Hadi ila Sabilir Rasyad / Pokok-Pokok Aqidah Ahlus Sunnah Waljamaah; Pekalongan; Pustaka Sumayyah. 2007
2. Tim Karya Ilmiah Santri Lirboyo. Aliran-Aliran Teologi Islam. Kediri; Zam-Zam 2008
3. http://mpi2umi.blogspot.com/2015/05/tugas-makalah-pemikiran-aliran-asyariah.html
4. https://www.kumpulanmakalah.com/2015/10/al-asyariyah.html

https://www.sangsantri.com/

Posting Komentar

0 Komentar