Ibadah
terlama adalah berumah tangga, maka bermodalkan
cinta saja tidak akan cukup. Dibutuhkan banyak kesabaran
serta keikhlasan agar hati senantiasa merasa tentram dan damai.
Rumah
tangga ibarat hutan yang lebat, yang di dalamnya ada berbagai macam pemandangan.
Ada pohon yang rindang nan menyejukan, ada hewan buas yang siap menerkam kapan
saja, ada duri yang siap menusuk kulit, ada akar dan rumput yang bisa membuat
kaki tersandung dan membuat terjungkal dan ada jurang yang selalu siap
memisahkan jarak.
Kesabaran
ibarat pohon yang menyejukan paru-paru, ego ibarat hewan buas yang siap
menerkam, kicauan tetangga ibarat duri yang munusuk, Mantan dan orang ketiga
ibarat akar dan rumput yang bisa membuat terjatuh serta amarah seperti jurang
yang mematikan kapan saja.
Untuk sampai kesana kita harus melewati jalan terjal namun indah kala sudah dijalani. Harus melewati Akad yang terikat oleh sebuah pertemuan, kemudian merajut rasa melalui benang ta’aruf takdir, hingga menjadi sebuah simpul cinta yang indah. Sebuah ikatan rindu yang suci, sakral, penuh berkah dalam setiap detik dan hembusan nafasnya.
Istimewa |
“Ada sebuah rasa padamu
yang hanya mampu tersampaikan oleh larik-larik tulisan yang maknanya kurang
dapat dipahami sebagai ungkapan kasih sayang. Terlalu ambigu untuk dibawa baper,
terlalu menghanyutkan jika dimasukkan ke dalam hati. Dan terlalu menyakitkan
ketika diberi harapan.
Degupan jantung kala
ketajaman matamu menatap tak mampu terlukiskan lewat kanvas-kanvas tinta, hanya
larikan suara perih di atas gelap sunyi gulita malam yang berirama, berharap
ini adalah jalan Tuhan dalam bingkai tatap sapa, merajut rasa pada tali rindu,
menyulam cinta pada secarik rayu”
Helleh Gombal! Bukan itu yang romantis, bukan itu yang
terindah, bukan itu yang seharusnya engkau harap dan bukan itu yang bisa
membawamu pada ucapan “Selamat ya, semoga Sakinah, Mawaddah, Warahmah,”
Hal
romantis yang sebenarnya adalah kala
sepasang anak manusia tidak saling memandang, tidak saling mengenal, tidak saling menyapa, tidak saling bertemu,
namun dalam sujudnya terlambungkan namamu dengan mesranya,
menembus langit tujuh, melewati Sidratul Muntaha hingga sampai pada Rabb-Nya.
Hal terindah yang sesungguhnya adalah ketika dua insan
berlomba-lomba mengukir nama di sepertiga malamnya, melukisnya pada langit
subuh, menitipkannya pada Fajar dan menyimpannya dalam pujian. Hingga
takdir mempertemukan keduanya dalam sebuah ikatan bernama akad. Kasih suci nan
abadi, penuh berkah nan kasih.
“Barakallahulakuma
Wabaraka ‘Alaikuma Fi Khair”
Wallahu A’lam Bis Shawwab
-----------------
Yusuf An-nasir, 27 Mei 2021
0 Komentar