Advertisements

Header Ads

SURAU SEPUH KEHILANGAN LAMPU

"Alif..., Ba'..., Ta'..., Tsa'..."

"Ulangi lagi.."

"Jangan begitu, dosa, nggak baik, nanti masuk neraka lo"

Suara itu masih dengan jelas terngiang. Terbawa gelombang elektromagnetik masa lampau. Suara mengaji, mengkaji dan mendalami berbagai bidang ilmu dibalik bilik surau sepuh.

Hari berganti bulan, bulan berganti tahun, tahun memasuki windu, windu menjalar menjadi dasawarsa. Surau itu masih utuh, walau dibalik biliknya sudah sunyi senyap tak terdengar lagi suara parau mengajar ngaji.

Kini surau sepuh tinggal menyendiri, berdzikir dipojokkan sepi, setiap waktu tak ada yang dinanti, selain seseorang yang dengan sudi megang mikrofon dan menghidupkan ampli.

"Hayya 'Alash Shalah"

"Hayya 'Alal Falah"

"Qadqamatish Shalah, Tuqadqamatish Shalah"


Istimewa

Surau sepuh kini benar-benar rapuh, tak banyak yang menolehnya kecuali segelintir mata, itupun hanya lirikan belaka, tak ada niatan untuk menyulut lentera agar menyala.

Surau sepuh benar-benar sunyi, tak ada suara anak-anak kejar-kejaran sambil bernyanyi apalagi suara bata-bata saat iqra' harus diulangi, hanya suara cicak mengejar mangsa mengais rezeki.

Surau sepuh kini benar-benar hilang fungsi, padahal dulu tempat pulang paling happy. Pukul 17.00 udah mandi dan mempersiapkan diri, berangkat bersama kawan-kawan sejak dini, ada yang pakai sepeda ada juga yang jalan kaki, menyapu surau sepuh dengan sapu lidi, lalu menata Qur'an dan Kitab agar terlihat rapi.

Ba'da Maghrib semua menata diri dan siap diposisi menghadap ke arah murabbi yang tangan kanannya memegang tasbih dan rotan disebelah kiri.

"A'udzubillahi Minasy Syaitha Nirrajim, Bismillahirrahmanirrahim"

Semua menunduk menyelami kalam ilahi, huruf demi huruf dirangkai guna menyulam kata, darinya sempurnalah ayat-ayat cinta. Sedikit demi sedikit mereka mulai menafsiri dan tentu saja dibawah pengawasan ketat sang kiai, agar kelak tak menyimpang kala dipraktekkan sehari-hari.

Sayang, generasi yang dibentuk surau sepuh kini lupa pijakan, mereka lebih suka ngafe dan nongkrong bersama pacar, lupa pada pukulan rotan kala lidah terbata "aaaaaaaaa aba", lupa pada suara "jangan ribut, ayo baca lagi Qur'annya, awas nggak tau nanti ya".

Padahal surau sepuh sebelumnya telah melahirkan generasi-generasi hebat dari bilik pintu tuanya. Ada yang menjadi presiden, promotor kemerdekaan, pejuang 45, syahid di medan resolusi jihad bahkan syahid terkena dalam tebasan PKI.

Surau sepuh kini hilang lampu, gelap gulita menyelimuti segenap penjuru, pelitanya meredup, lilinnya meleleh, tak ada yang berani menyulut.

Surau sepuh oh surau sepuh

Tetaplah kokoh berdiri, walau kini engkau harus menyendiri, sebab baru saja ditinggal pergi pemilik hati, sunyi menyelimuti, sepi tanpa suara dan senyap tanpa laronpun yang merayap.

Kepada generasi, tetap tegar diambang api yang berkobar, tetap kokoh di tengah goncangan badai, tetap tegak diamukan ombak.

----------------------

Yusuf An-nasir, 16 Juli 2021

https://www.sangsantri.com/

Posting Komentar

5 Komentar

  1. Haru, membawa kenangan masa kecil.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekarang dunianya sudah berubah
      sulit menemukan anak-anak yang masih bermain Petak Umpet, Selodor, Lompat Tali, Tembak-tembakan dsb.
      Bahkan kemungkinan besar anak-anak zaman sekarang sudah tidak mengenal lagi seperti apa permainan dulu

      Hapus
  2. Bagus syairnya, tapi harus memberikan data yg benar, seperti menjadi presiden, promotor kemerdekaan, pejuang 45 dll, apakah semuanya berasal dari surau sepu atau bukanπŸ™, setiap hal yang disandarkan dengan berita akurat, maka berita itu akan bernilai mahal harganya πŸ™πŸ˜ŠπŸ‘

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siap laksanakan
      Terima kasih atas masukannya

      Kritik dan saran seperti ini yang selalu kami nantikan
      Salam Hangat di pagi yang cerah ini heheh

      Hapus